Sekelumit Cerita Tentang Vaksin Covid-19 AstraZeneca dengan nomor kode produksi CTMAV547
Seri Kesehatan
Vaksin Covid-19 AstraZeneca
Mewujudkan New Normal |
Menurut World Health Organisaton alias WHO, Coronavirus disease (COVID-19) Penyakit coronavirus (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang baru ditemukan.
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin mengembangkan penyakit serius.
Cara terbaik untuk mencegah dan memperlambat penularan adalah dengan mendapat informasi yang baik tentang virus COVID-19, penyakit yang disebabkannya, dan cara penyebarannya. Lindungi diri Anda dan orang lain dari infeksi dengan mencuci tangan atau menggunakan gosok berbasis alkohol sesering mungkin dan tidak menyentuh wajah Anda.
Virus COVID-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur atau keluarnya cairan dari hidung ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, jadi penting bagi Anda untuk juga mempraktikkan etika pernapasan (misalnya, dengan batuk ke siku yang tertekuk).
- Cuci tangan Anda secara teratur dengan sabun dan air, atau bersihkan dengan pembersih tangan berbasis alkohol.
- Jaga jarak minimal 1 meter antara Anda dan orang yang batuk atau bersin.
- Hindari menyentuh wajah Anda.
- Tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin.
- Tetap di rumah jika Anda merasa tidak sehat.
- Menahan diri dari merokok dan aktivitas lain yang melemahkan paru-paru.
- Latih jarak fisik dengan menghindari perjalanan yang tidak perlu dan menjauh dari kelompok besar orang.
COVID-19 Menyerang dan menginfeksi orang yang berbeda dengan cara yang berbeda. Kebanyakan orang yang terinfeksi akan merasakan efek serangan Covid 19 dari ringan sampai sedang dan sembuh tanpa rawat inap. kalau Indonesia mungkin OTG, Orang Tanpa Gejala.
- demam.
- batuk kering.
- kelelahan.
- sakit dan nyeri.
- sakit tenggorokan.
- diare.
- konjungtivitis.
- sakit kepala.
- hilangnya rasa atau bau.
- ruam pada kulit, atau perubahan warna pada jari tangan atau kaki.
- kesulitan bernapas atau sesak napas.
- nyeri dada atau tekanan.
- kehilangan bicara atau gerakan.
- Hingga kematian
Rata-rata dibutuhkan 5-6 hari sejak seseorang terinfeksi virus untuk menunjukkan gejala, namun bisa memakan waktu hingga 14 hari.
Semangat Masyarakat untuk melakukan Vaksin dalam melawan Pandemi Covid 19. Saat antri vaksinasi di Puskesmas Palmerah. Jakarta Barat yang berjalan tertib dan mengikuti Protokol Covid 19. |
Badan Pengawas Obat dan Makanan tengah melakukan investigasi lebih lanjut terkait penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Pengusutan ini terutama terkait hubungan sebab-akibat dari penggunaan vaksin dengan kejadian ikutan pasca-imunisasi yang terjadi.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito mengatakan, Badan POM bersama Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan Komisi Daerah KIPI sedang menginvestigasi keamanan dan mutu vaksin Covid-19 AstraZeneca. Untuk sementara, penggunaan produk yang sedang diinvestigasi dihentikan.
Ayo melawan Covid 19 |
Jumlah dosis dari batch CTMAV547 sebanyak 448,480 dosis. Vaksin ini merupakan bagian dari 3,8 juta dosis vaksin AstraZeneca yang diterima Indonesia pada tanggal 26 April 2021 melalui skema kerja sama multilateral dari Fasiltas Covax. Distribusi dari batch atau kode produksi ini telah dilakukan untuk vaksinasi bagi TNI serta masyarakat di DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.
Penny menyampaikan, pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan sebab-akibat antara vaksin Covid-19 AstraZeneca dan KIPI dilakukan setelah adanya laporan kasus keamanan dari penggunaan vaksin tersebut. Analisis yang dilakukan meliputi riwayat penyakit penerima vaksin termasuk riwayat alergi, gejala yang dialami penerima vaksin, dan waktu mulai gejala dirasakan.
Vaksin AstraZeneca |
Selain itu, mutu dari vaksin akan diuji melalui uji sterilitas dan toksisitas vaksin pada nomor batch yang diduga menimbulkan KIPI. Pengujian ini bertujuan untuk menjamin konsistensi jaminan mutu produk sesuai hasil lot release yang telah dilakukan sebelum vaksin diedarkan.
”Tindakan (pengujian) ini juga dilakukan untuk mengetahui jika ada keterkaitan mutu produk dengan KIPI yang dilaporkan, khususnya untuk mengetahui jaminan mutu saat pendistribusian dan penyimpanan,” tuturnya.
Masyarakat pun diminta untuk segera menghubungi dokter ataupun sarana pelayanan kesehatan terdekat atau tempat vaksinasi jika mengalami gejala setelah mendapatkan vaksinasi. Gejala yang patut diwaspadai, antara lain, sesak napas, nyeri dada, kaki membengkak, nyeri perut, serta gejala neurologis seperti nyeri kepala berat, penglihatan kabur, dan skin bruising atau memar yang meluas di sekitar tempat penyuntikan.
Secara terpisah, pakar imunisasi yang juga konsultan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, Elizabeth Jane Soepardi, menuturkan, vaksin AstraZeneca sudah mendapatkan Emergency Use Listing (EUL) dari Organsasi Kesehatan Dunia (WHO) serta izin penggunaan darurat (EUA) dari otoritas kesehatan di 70 negara di dunia, termasuk di Indonesia. WHO pun menyatakan vaksin ini aman dan efektif untuk melindungi seseorang dari risiko serius Covid-19.
”Lebih dari satu miliar dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca telah diterima masyarakat dunia. WHO juga sudah menyatakan vaksin ini aman. Dalam kampanye vaksinasi, identifikasi potensi efek simpang setelah imunisasi merupakan hal wajar agar pemberian vaksin didasarkan pada analisis risiko dan manfaat,” kata Jane.
Ia menambahkan, terkait dengan berbagai pelaporan kasus pembekuan darah pasca-vaksinasi AstraZeneca di beberapa negara Eropa, telah dikonfirmasi bahwa tidak ada bukti terjadinya pembekuan darah yang disebabkan oleh vaksin Covid-19 AstraZeneca. Data di Eropa menunjukkan, tidak terjadi perubahan data kejadian pembekuan darah yang signifikan sesudah vaksinasi jika dibandingkan sebelum vaksinasi AstraZeneca berlangsung.
”Data kesehatan di Eropa Utara sangat detail sehingga ditemukan data bahwa kejadian pembekuan darah sebelum dan sesudah adanya vaksinasi nyatanya tidak terjadi peningkatan,” ucap Jane.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, penghentian sementara penggunaan vaksin AstraZeneca pada batch CTMAV547 merupakan bentuk kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin itu. Penggunaan vaksin AstraZeneca pada batch lain tetap dilanjutkan karena vaksinasi ini memberikan manfaat yang lebih besar.
”Tidak semua batch vaksin AstraZeneca dihentikan distribusi dan penggunaannya. Hanya batch CTMAV547 yang dihentikan sementara sambil menunggu hasil investigasi dan pengujian dari BPOM yang kemungkinan memerlukan waktu satu hingga dua minggu,” kata Nadia.
Vaksin Covid-19 berbasis vektor adenovirus dari AstraZeneca dan Johnson & Johnson diketahui terkait dengan kejadian sindrom pembekuan darah. Namun, persentasenya sangat kecil sehingga akan tetap bisa digunakan. Pemerintah diminta memitigasi risiko tersebut dengan tidak memberikan vaksin ini kepada kelompok rentan.
”Kejadian yang terkait pembekuan darah akibat vaksinasi Covid-19 terutama terkait dengan vaksin AstraZeneca dan vaksin J&J (Johnson & Johson). Kedua vaksin ini menggunakan platform teknologi yang mirip, yaitu menggunakan virus sebagai pembawa antigen (adenovirus),” kata peneliti vaksin dan biologi molekuler di John Curtin School of Medical Research, Australia National University, Ines Atmosukarto, dalam diskusi daring, Selasa (18/5/2021).
Menurut Ines, kejadian vaccine-induced thrombotic thrombocytopenia (VITT) atau pembekuan darah dari vaksin buatan AstraZeneca sebesar 10 per sejuta dan vaksin J&J sebesar 3 per sejuta. ”Sampai sekarang masih belum jelas apakah hal ini disebabkan pembawanya, komposisinya, atau dari antigennya. Namun, sejauh ini belum ada laporan VITT dari vaksin platform lain,” tuturnya.
Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo, yang menjadi moderator diskusi mengingatkan, vaksin CanSinoBIO yang akan digunakan dalam program vaksin gotong royong juga menggunakan platform adenovirus. Oleh karena itu, pemberian vaksin ini disarankan mendapat pemantauan serupa.
Ines mengatakan, sejauh ini belum ada laporan terkait vaksin CanSinoBIO. Akan tetapi, kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) terkait VITT sangat bergantung pada kualitas pelaporan di setiap negara. Selain itu, kejadian VITT ini umumnya tidak terjadi segera, tetapi bisa terjadi dalam waktu hingga satu bulan. ”Oleh karena itu, di Australia, vaksinator diminta mengingatkan pasien untuk mewaspadai gejala tertentu setelah divaksin AstraZeneca hingga sebulan,” ujarnya.
Dokter penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dirga Sakti Rambe, mengatakan, kejadian VITT dari vaksin AstraZeneca ini umumnya terjadi pada usia muda, kurang dari 50 tahun. Selain itu, 20 persen dari 10 per sejuta kasus VITT yang berdampak kematian. Jika ditangani dengan tepat, fatalitasnya bisa dikurangi.
Dengan kondisi ini, menurut Dirga, sejumlah negara memilih sikap berbeda terhadap vaksin ini. Sebagian menghentikan penggunaannya sama sekali. Sebagian lain membatasi penggunaannya untuk kelompok usia tertentu, misalnya di atas 50- 60 tahun. Ada juga yang masih menggunakannya dengan memitigasi risiko dan memantau KIPI secara lebih baik.
Jika ada gejala itu setelah divaksin, segera ke rumah sakit terdekat. Untuk dokter yang menangani, jika ada orang yang melaporkan seperti ini, jangan diabaikan. Pemeriksaan dasar yang harus diambil, sekurangnya memeriksa darah lengkap dan segera laporkan ke Komite Nasional KIPI.
Siap dengan suasana dan kegiatan New Normal selama dan pasca Covid |
Mitigasi Resiko Vaksin, Berbeda Reaksi
Dokter patologi klinik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan, setiap produk medis, termasuk vaksin, memiliki manfaat dan risiko. ”Kalau bicara kesehatan publik, vaksin AstraZeneca dinilai masih aman karena manfaatnya melebihi risikonya,” ujarnya.
Namun, menurut dia, jika dilihat dalam skala individu, tetap harus ada upaya untuk meminimalkan risikonya. ”Kita harus menyiapkan mitigasinya sehingga jika ada yang terkena dampak sampingnya, harus bisa diantisipasi,” ujarnya.
Dirga mengatakan, untuk memitigasi risiko ini, disarankan para vaksinator lebih hati-hati. ”Jika yang akan divaksin ada riwayat penyakit pembekuan darah tidak normal, kalau bisa jangan pakai AstraZeneca. Pasien yang secara rutin mengonsumsi obat pengencer darah juga mesti hati-hati menggunakannya. Ini bukan tidak boleh secara mutlak, melainkan harus lebih hati-hati,” tuturnya.
Selain itu, para klinisi di Indonesia juga perlu memantau riwayat pasien setelah divaksin dalam rentang 4-28 hari. Jika menerima pasien yang telah divaksinasi ini dengan keluhan sakit kepala yang berat dan persisten, disertai gangguan penglihatan, ada kemungkinan mengalami pembekuan darah di kepala. Gejala lainnya adalah nyeri di dada dan perut yang hebat dan persisten hingga kaki bengkak sebelah.
”Jika ada gejala itu setelah divaksin, segera ke rumah sakit terdekat. Untuk dokter yang menangani, jika ada orang yang melaporkan seperti ini, jangan diabaikan. Pemeriksaan dasar yang harus diambil, sekurangnya memeriksa darah lengkap dan segera laporkan ke Komite Nasional KIPI,” tuturnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Pemerintah Indonesia tetap akan menggunakan vaksin AstraZeneca di luar kode produksi CTMAV547 yang saat ini tengah diinvestigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). ”Vaksinasi AstraZeneca akan dilanjutkan dengan kode produksi yang lain,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia juga masih akan mendatangkan vaksin AstraZeneca. ”Penggunaan vaksin AstraZeneca tetap terus berjalan karena vaksinasi Covid-19 membawa manfaat lebih besar,” kata Nadia.
Vaksin AstraZeneca sebelumnya telah memperoleh Emergency Use Listing (EUL) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari otoritas kesehatan di 70 negara di dunia, termasuk Indonesia.
Semoga vaksin vaksin yang beredar di Indonesia mampu membendung serangan Covid 19 dari berbagai varian, baik Alpha, Betha maupun Delta yang saat ini menyerang dengan ganas.
New Normal untuk kesehatan Bersama |
Semoga orang orang yang suka membikin berita Hoax juga sadar bahwa perbuatan mereka juga sangat keji dan bisa membunuh dan mematikan orang lain.
Bagi masyarakat juga pintar pintar menilai berita, apakah berita Hoax yang dibuat hanya sekedar untuk membuat kekacauan dan kebingungan di Masyarakat dan mampu memilih dan memfilter berita yang benar dan akurat.
Bantu pemerintah dengan kepatuhan dan mengikuti protokol Covid 19 dengan baik dan bukan membuat keoanaran yang tiada gunanya. Jadilah warga negara yang baik dan ikut mensukseskan program penanggulangan Covid 19.Semoga Covid bisa terkendali dan Dunia kembali normal, mungkin dengan suasana Baru. New Normal.
stay safe and stay healthy everyone :D
ReplyDeleteSiap. Stay safe and healthy. Salam sehat.
Delete